Home » Archives for 2014
KUTIPAN DAN NOTASI ILMIAHKUTIPAN DAN NOTASI ILMIAH
Posted in
bahasa indonesia
,
footnotem in note
,
kutipan
,
langsung dan tidak langsung
|
Rabu, 15 Januari 2014
|
Catatan si boy
KUTIPAN
DAN NOTASI ILMIAH
- KUTIPAN
Kutipan
merupakan salah satu hal yang sangat esensi dalam penulisan karya ilmiah. Dalam
penulisan karya ilmiah, baik itu berupa makalah, skripsi, tesis, disertasi
maupun penelitian yang dilakukan oleh seorang dosen sudah tentu mengutip dari
buku atau karya orang lain. Dalam penulisan kutipan ada aturan main yang harus
diikuti oleh setiap penulis karya ilmiah tanpa kecuali.
Kutipan adalah pinjaman kalimat atau
pendapat dari seorang pengarang atau ucapan seseorang yang terkenal baik yang
terdapat dalam buku-buku maupun majalah-majalah (Keraf, 2001:179). Pada
umumnya, kutipan harus sama dengan aslinya, baik mengenai susunan kata-katanya,
ejaannya, maupun mengenai tanda bacanya. Kutipan secara umum ada dua macam, yaitu
kutipan langsung dan kutipan tidak langsung.
1. Kutipan Langsung
Kutipan langsung adalah pinjaman
pendapat dengan mengambil secara lengkap kata demi kata, kalimat demi kalimat,
dari sebuah teks asli (Keraf, 2001:179–180). Kutipan langsung ada yang merupakan
kutipan langsung pendek dan ada pula yang merupakan kutipan langsung panjang.
a. Kutipan langsung pendek
Kutipan langsung pendek adalah
kutipan yang terdiri dari lima baris atau kurang. Penulisannya diintegrasikan
langsung dengan teks yang mendahuluinya dengan menggunakan spasi ganda dan
dibatasi dua tanda petik.
Contoh:
Dalam kajian pengelolaan belajar, banyak para pakar yang
memberikan fitur pekerjaan seorang guru sebagai manajer. Davies (1991:35)
mengidentifikasikan “Ada empat fungsi umum yang berkaitan dengan fitur
pekerjaan seorang guru sebagai manajer, yaitu merencanakan, mengorganisasikan,
memimpin, dan mengawasi.”
Contoh lain:
Dalam
hal morfem, Lyons (1968:180) mengatakan, “morphemes
are described as minimal units of grammatical analysis” artinya, morfem
adalah unit analisis gramatikal yang terkecil; misalnya kata unacceptable adalah terdiri dari tiga
morfem, yaitu un, accept, dan able.
Dalam paragraf di atas kutipan yang
disadur dari pendapat Davies dan Lyons yang terdiri dari tiga baris dan dua
baris diintegrasikan langsung ke dalam teks dan kutipan diapit tanda petik
ganda.
b. Kutipan langsung panjang
Kutipan langsung panjang adalah
kutipan yang panjangnya lebih dari lima baris. Metode penulisannya dipisah dari
teks yang mendahuluinya atau dari kalimat yang dibuat penulis sehingga
membentuk paragraf baru dengan jarak antarbaris satu spasi atau satu setengah
spasi dengan indens dari marjin kiri tujuh ketuk.
Contoh:
Bahasa Arab di Indonesia dimasukkan
sebagai pelajaran inti di lembaga-lembaga pendidikan di bawah naungan
Departemen Agama Republik Indonesia. Dalam hal ini, mata pelajaran bahasa Arab
dicantumkan dalam GBPP kurikulum bahasa Arab Madrasah Aliyah (1994:1) yang
berbunyi:
Program pengajaran bahasa Arab di Aliyah pada dasarnya merupakan
kelanjutan dan pengembangan pengajaran bahasa Arab di Madrasah Tsanawiyah,
bahasa Arab fusha terutama dari bahasa-bahasa lain di dunia dengan mempunyai
manfaat ganda karena ia adalah sarana yang dapat digunakan dalam
kepentingan-kepentingan bidang sosial, ekonomi, budaya, politik, di samping
kepentingan agama dan ibadah.
Dalam praktik di lapangan, tidak ada
keseragaman mengenai batas panjang pendeknya kutipan langsung. Bahkan, Arifin
dan Tasai (2003:33) memberikan limit lima baris atau kurang untuk kutipan
langsung pendek dan enam baris ke atas untuk kutipan langsung panjang. Jadi,
menurut hemat penulis dalam hal penulisan kutipan ini Anda bisa memilih
berbagai opsi yang ada atau merujuk pada pedoman penulisan karya ilmiah di
perguruan tinggi Anda.
2. Kutipan tidak langsung
Kutipan tidak langsung adalah
kutipan yang diambil dari salah satu sumber dengan menggunakan gaya bahasa dan
pola penyajian ala penulis (Widodo, 2004:11). Metode kutipan ini adalah untuk
menyerap inti sari atau maksud dari suatu tulisan yang panjang dengan tidak
mengurangi atau mengubah makna yang terkandung dalam tulisan tersebut. Oleh
karena itu, kutipan tidak langsung harus dilakukan secara hati-hati, cermat,
dan akurat serta dilengkapi dengan identitas sumber kutipan yang jelas.
Kutipan tidak langsung terdiri atas
kutipan tidak langsung pendek dan kutipan tidak langsung panjang. Metode
penulisan dalam kutipan tidak langsung ini, sama dengan kutipan langsung, yaitu
apabila kutipan terdiri dari tiga baris atau kurang, kutipan diintegrasikan
langsung ke dalam teks dengan menggunakan spasi ganda, tetapi tidak diapit tanda
petik ganda. Sebaliknya, apabila kutipan lebih dari tiga baris (empat baris ke
atas), penulisannya dipisahkan dari teks sehingga membentuk paragraf tersendiri
dengan jarak antarbaris satu spasi atau satu setengah spasi.
- NOTASI ILMIAH
Ada tiga teknik yang populer yang
banyak digunakan di berbagai perguruan tinggi baik PTN maupun PTS, yakni footnote, innote, dan endnote.
1. Footnote
Footnote adalah catatan pada
kaki halaman untuk menyatakan sumber suatu kutipan, pendapat, buah pikiran,
fakta-fakta, atau ikhtisar. Footnote dapat
juga berisi komentar mengenai suatu hal yang dikemukakan di dalam teks, seperti
keterangan wawancara, pidato di televisi, dan yang sejenisnya. Gelar akademik
dan gelar kebangsawanan tidak disertakan serta nama pengarang/penulis tidak
dibalik.
a. Nomor Footnote
Footnote
atau catatan kaki diberi nomor sesuai dengan nomor kutipan dengan menggunakan
angka Arab kecil (1, 2, 3, dst.) yang diketik naik setengah spasi. Footnote pada tiap bab diberi nomor
urut, mulai dari angka 1 sampai dengan selesai dan dimulai dengan nomor satu
lagi pada bab-bab berikutnya.
b. Bentuk Footnote
Dalam footnote urutan penulisannya ada beberapa macam cara.
Namun, di sini hanya disebutkan dua macam cara sebagaimana yang sering
digunakan di mayoritas perguruan tinggi. Cara pertama urutannya adalah
sebagai berikut.
1) Nama
pengarang koma
2) Nama buku koma
3) Nomor jilid
buku (jika ada) koma
4) Nama penerbit
koma
5) Nama kota
tempat terbit buku koma
6) Tahun
penerbitan koma
7)
Halaman-halaman yang dikutip atau yang berkenaan dengan teks titik.
Selanjutnya,
cara kedua urutannya adalah sebagai berikut.
1) Nama
pengarang koma
2) Nama buku koma
3) Nomor jilid
buku (jika ada) koma
4) Nama kota
tempat terbit buku titik dua
5) Nama penerbit
koma
6) Tahun
penerbitan koma
7) Halaman-halaman
yang dikutip atau yang berkenaan dengan teks titik.
Contoh:
1
Andrew Spencer, Morphological
Theory: An Introduction to Word Structure in Generative Grammar, Blackwell
Publishers, Cambridge, Massachusetts, 1993, h. 81.
2
Gorys Keraf, Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa,
Penerbit Nusa Indah, Flores, NTT, 2001, h. 34.
Anda juga bisa menulis footnote dengan cara kedua, yaitu sebagai berikut.
1
Andrew Spencer, Morphological
Theory: An Introduction to Word Structure in Generative Grammar,
(Cambridge, Massachusetts: Blackwell Publishers, 1993), h. 81.
2
Gorys Keraf, Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa,
(Flores, NTT: Penerbit Nusa Indah, 2001), h. 34.
Pada cara kedua, antara nama kota
tempat terbit buku, nama penerbit, dan tahun terbit ditempatkan di dalam
kurung.
c. Footnote yang Berkaitan dengan Jumlah dan Nama
Pengarang
1)
Pengarang satu orang (lihat contoh di atas).
2)
Pengarang dua atau tiga orang: nama pengarang
dicantumkan semua.
Contoh:
3
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi
Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, h. 136.
4
S. Nasution dan M. Thomas, Buku Penuntun Membuat Tesis Skripsi Disertasi
Makalah, Bumi Aksara, Jakarta, 2002, h. 35.
5 D. Edi Subroto, Soenardji,
dan Sugiri, Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Jawa, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Jakarta, 1991, h. 112.
3) Jika pengarang lebih dari tiga orang yang
dicantumkan hanya nama pengarang pertama dan di belakangnya ditulis et al.
atau dkk. et al. asalnya dari et alii ‘dengan orang lain’.
Contoh:
6
Florence B. Stratemeyer, (et al.), Developing a Curriculum for
Modern Living, Bureau of Publications Teachers College, Columbia
University, New York, 1957, h. 56 - 149.
7
Abboud, (et. al), Elementary Standard Arabic. Edisi II,
Cambridge University Press, Cambridge, 1986, h. 28.
4) Jika buku itu merupakan kumpulan karangan, yang
dicantumkan hanya nama editornya, di belakangnya (Ed.) atau (Editor).
Contoh:
8
John Lyons (Ed.), New Horizons in
Linguistics, Cet.V, Penguin Books Ltd, Great Britain, 1975, h.108.
9
Fauzie Ridjal, Lusi Margiyani, dan Agus Fahri Husein (Ed.), Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia,
PT Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1993, h. 220.
5) Jika tidak ada nama pengarang, yang dicantumkan
adalah nama badan, lembaga, perkumpulan, perusahaan, negara, dan sebagainya
yang menerbitkannya.
Contoh:
10
Departemen Agama RI, Kurikulum Madrasah
Aliyah: GBPP Bidang Studi Bahasa Arab, Dirjen Binbaga Islam, Jakarta, 1994,
h. 1.
6) Jika buku itu merupakan terjemahan, yang
dicantumkan tetap nama pengarang aslinya, dan di belakang nama buku dicantunkan
nama penerjemah.
Contoh:
11
Harold H. Titus, Merilyn Smith S., dan Richard T. Nolan, Persoalan-persoalan Filsafat, alih bahasa Rasjidi H.M., Bulan
Bintang, Jakarta, 1984, h. 256.
Catatan:
Kata “alih bahasa” bisa diganti dengan kata “edisi
terjemahan oleh” atau “terjemahan”.
d. Metode
Penulisan Footnote
Footnote dapat diambil dari
berbagai macam sumber, seperti dari buku, majalah, surat kabar, karangan yang
tidak diterbitkan, seperti skripsi, tesis, dan disertasi, interviu (wawancara),
dan ensiklopedi.
1) Buku
Contoh:
12 Andrew Spencer, Morphological Theory: An Introduction to
Word Structure in Generative Grammar, Blackwell Publishers, Cambridge,
Massachusetts, 1993, h. 81.
13 Gorys Keraf, Komposisi:
Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa, Penerbit Nusa Indah, Flores, NTT, 2001,
h. 34.
Keterangan:
a)
Nomor footnotes jauhnya tujuh pukulan tik dari
garis margin teks, yakni sama dengan permulaan alinea baru. Kalau footnotes
terdiri lebih dari dua baris, baris kedua dan selanjutnya dimulai pada garis
margin teks biasa dengan jarak antarbaris satu spasi.
b)
Nama pengarang menurut urutan namanya yang sewajarnya,
yakni nama kecil atau initialnya dan nama akhirnya. Pangkat dan gelar seperti,
Drs., M.A., Prof., Dr., dan sebagainya tidak usah dicantumkan.
Kalau
pengarang memakai nama samaran, di antara tanda kurung besar dicantumkan nama
yang sebenarnya.
Contoh:
14 Hamka (Haji Abdul
Malik Karim Amrullah), Sejarah Ummat Islam, Penerbit Islamiyah, Medan,
1950, h. 47.
3) Nama buku diberi garis bawah
atau dicetak miring.
4) Keterangan-keterangan mengenai penerbit: nama,
tempat, dan tahun penerbitan.
5) Nomor halaman yang bersangkutan.
2) Majalah
Sumber acuan dapat diambil dari artikel atau makalah
yang diambil dari majalah. Nama majalah dicetak miring atau diberi garis bawah,
sedangkan judul artikel dalam majalah tersebut diberi tanda petik ganda. Jika
ada nomor majalah, ditulis dengan angka Arab kecil (1, 2, 3, dan seterusnya) sedangkan
jika ada volume atau edisi majalah ditulis dalam angka Romawi.
Contoh:
15
Kusmin, “Gaji Guru antara “Das Sollen dan Das Sein”” Derap Guru Jawa Tengah, No. 73,
Februari, VII, 2006, h. 27-28.
16
Ahmad Ta’rifin, “Menimbang Paradigma Liberalisme dalam Praktik Persekolahan”, Forum Tarbiyah: Jurnal Pendidikan Islam
STAIN Pekalongan, No. 1, Juni, III, 2005, h. 123.
3) Surat
Kabar
Sumber acuan dapat pula diambil dari artikel atau
makalah yang diambil dari surat kabar atau koran. Nama surat kabar dicetak
miring atau diberi garis bawah, sedangkan judul artikel dalam majalah tersebut
diberi tanda petik ganda.
17
Rokhmah Sugiarti, “Meluruskan Mitos Jari-jari Perempuan”, Suara Merdeka, 29 Mei 2000, h. 7.
4) Makalah
18
Din Syamsuddin, “Peranan Golkar dalam Pendidikan Politik Bangsa”, makalah
disampaikan dalam Seminar Nasional
Peranan Pendidikan Islam dalam Pendidikan Politik di Indonesia yang
diselenggarakan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Semarang, 19–21 Mei
1996.
5) Karangan
yang tidak diterbitkan, seperti skripsi, tesis, dan disertasi.
19
Afdol Tharik Wastono, “Kongruensi dan Reksi dalam Bahasa Arab”, Tesis Magister
Humaniora, Perpustakaan UI Jakarta, 1997, h. 82. atau
20
Afdol Tharik Wastono, “Kongruensi dan Reksi dalam Bahasa Arab”, Tesis Magister
Humaniora, Universitas Indonesia, Jakarta, 1997, h. 82.
6) Interviu atau Wawancara
21 Wawancara dengan Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 8 April 2004.
7) Pidato di
televisi
22
Penjelasan A. Latief dalam siaran Pembinaan Bahasa Indonesia melalui TVRI hari
Selasa, 4 Agustus 1987 pukul 20.35 WIB.
8) Komentar
mengenai suatu hal yang dikemukakan di dalam teks
Contoh:
Sehubungan dengan macamnya penyisip itu, teknik sisip
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (disadur dari Sudaryanto, 1993:68).
(i) teknik sisip pisah atau teknik SP; dan
(ii) teknik sisip tambah atau teknik ST.23
Kalimat yang dikutip tersebut harus ditulis sumbernya dalam footnote, seperti berikut ini.
23 Preferensi penginggrisannya diusulkan (i) “separating interruption technique” untuk teknik SP dan (ii) “adding interruption technique” untuk
teknik ST.
9) Karangan
dalam ensiklopedi.
a) Nama pengarang diketahui.
24
E.E. Kellet, "Spinoza", Encyclopedia of Religions and Ethics XI 1921, h. 251.
b) Nama pengarang tidak diketahui.
25
"Katalisator", Ensiklopedia Indonesia I.
e.
Mempersingkat Footnote
Footnote atau catatan kaki tidak usah selalu ditulis dengan
lengkap. Jika suatu sumber telah pernah disebut dengan lengkap, yakni pada
pertama kalinya, footnote yang
selanjutnya dapat dipersingkat dengan menggunakan singkatan ibid., op. cit.,
dan loc. cit.
1) Pemakaian ibid.,
op. cit., dan loc. cit.
Ibid., kependekan dari ibidem
'pada tempat yang sama' dipakai apabila suatu kutipan diambil dari sumber yang
sama, halaman sama atau berbeda dengan yang langsung mendahuluinya dengan tidak
disela oleh sumber lain.
Op. cit., kependekan dari opere
citato 'dalam karangan yang telah disebut atau dikutip' dipakai apabila
suatu kutipan diambil dari sumber yang sama, tetapi halaman berbeda dan telah
diselingi oleh sumber-sumber lain.
Loc. cit., kependekan dari loco
citato 'pada tempat yang telah disebut atau dikutip' digunakan apabila
suatu kutipan diambil dari sumber yang sama, halaman sama dan telah diselingi
oleh sumber-sumber lain.
2) Contoh
pemakaian ibid., op. cit., dan loc. cit.
24 Muhammad Syahrur, Prinsip dan Dasar Hermeneutika Al-Quran Kontemporer, Elsaq Press,
Yogyakarta, 2004, h. 129.
25 Ibid., h. 147 (berarti dari buku yang
tersebut di atas).
26 Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an: Tema-tema Kontroversial, Elsaq Press,
Yogyakarta, 2005, h. 102.
27 Zainab Hasan Syarqawi, Fiqih Seksual Suami-Istri: Kunci Sukses Menggapai Kebahagiaan Hidup,
alih bahasa Hawin Murtadho, Media Insani Press, Solo, 1951, h. 23.
28 Fahruddin Faiz, op. cit., h. 109 (buku
yang telah disebut di atas).
29 Zainab Hasan Syarqawi, loc. cit.
(menunjuk kepada halaman yang sama dengan yang disebut terakhir, yakni h. 23).
2. Innote
Pada teknik ini, sumber kutipan
ditulis atau diletakkan sebelum bunyi kutipan atau diletakkan dalam narasi atau
kalimat sehingga menjadi bagian dari narasi atau kalimat. Pada innote, ketentuannya adalah sebagai
berikut.
- Membuat pengantar kalimat sesuai dengan keperluan.
- Menulis nama akhir pengarang.
- Mencantumkan tahun terbit, titik dua, dan nomor halaman di dalam kurung.
- Menampilkan kutipan, baik dengan kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung.
Contoh:
Perkembangan bahasa merupakan hal yang sangat urgen
dalam tahap perkembangan jiwa anak.
Menurut Yule (1996:178-180), perkembangan bahasa dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu (1) tahap pralinguistik (pre-language
stages), (2) tahap satu kata, satu frasa (the one-word or holophrastic stage), (3) tahap dua kata, satu frasa
(the two-word stage), dan (4) tahap
menyerupai telegram (telegraphic speech).
Pada contoh di atas, notasi
ilmiahnya mencakup: Yule, 1996:178. Yule adalah pengarang buku yang dikutip,
1996 adalah tahun terbit buku yang dikutip, dan 178 adalah halaman tempat teks
yang dikutip.
Perhatikan pula
contoh penulisan innote di bawah ini.
Dalam hal morfem, Lyons (1968:180)
mengatakan, “morphemes are described as
minimal units of grammatical analysis” artinya, morfem adalah unit analisis
gramatikal yang terkecil; misalnya kata unacceptable
adalah terdiri dari tiga morfem, yaitu un,
accept, dan able.
3. Endnote
Pada teknik endnote, nama pengarang diletakkan setelah bunyi kutipan atau
dicantumkan di bagian akhir narasi, dengan ketentuan sebagai berikut.
a.
Membuat pengantar kalimat sesuai dengan keperluan.
b.
Menampilkan kutipan, baik dengan kutipan langsung
maupun kutipan tidak langsung.
c.
Menulis nama akhir pengarang, tanda koma, tahun terbit,
titik dua, dan nomor halaman di dalam kurung, dan akhirnya diberi titik.
Contoh:
Pada
aspek penguasaan pragmatik, anak dianggap sudah dapat berbahasa pada waktu ia
mampu mengeluarkan kata-kata pertamanya, yaitu sekitar usia satu tahun. Akan
tetapi, sesungguhnya sejak masa-masa awal setelah kelahirannya, anak mampu
berkomunikasi dengan ibunya. Demikian juga orang-orang dewasa di lingkungannya
pun memperlakukan anak seolah-olah sudah dapat berbicara (Spencer dan Kass,
1970:130).
Pada contoh di atas, notasi
ilmiahnya meliputi: Spencer dan Kass, 1970:130. Spencer dan Kass adalah nama
akhir pengarang buku yang dikutip, 1970 adalah tahun terbit buku yang dikutip,
dan 130 adalah halaman teks yang dikutip.
Ada beberapa catatan yang perlu diperhatian baik untuk penulisan innote
maupun endnote, antara lain:
1. Jika diperlukan dua buku rujukan untuk kepentingan
pendapat tersebut dan buku-buku itu membicarakan hal yang sama, penampilan
kutipannya sebagai berikut.
Contoh:
Selanjutnya, Spencer dan Kass
(1970:128) menyatakan bahwa dari sudut pandang psikolinguistik, pertanyaan yang
paling menarik tentang pemerolehan bahasa anak adalah bahwa pemerolehan bahasa
melibatkan keahlian berbicara (skills of
speaking) dan pemahaman (understanding).
Para pakar psikolinguistik harus memilah-milah antara apa yang anak ketahui
tentang bahasa dan ungkapan-ungkapan yang dia ucapkan.
2.
Jika diperlukan tiga
buku rujukan untuk kepentingan pendapat tersebut dan buku-buku itu membicarakan
hal yang sama, penampilan kutipannya sebagai berikut.
Contoh:
Bahasa baku memiliki tiga fitur yang sangat urgen,
yaitu (1) kemantapan dinamis, (2) cendekia, dan (3) rasional (Arifin dan Tasai,
2000:19-20; Perum Balai Pustaka, 1993:13; Chaer dan Agustina, 1995: 254).
Perhatikan pula pemakaian tanda
titik koma pada endnote di atas.
Tanda titik koma (;) pada endnote di
atas, digunakan untuk memberikan batasan antara notasi ilmiah yang satu dengan
notasi ilmiah yang lain.
3. Jika nama
pengarang lebih dari tiga orang, yang disebutkan hanya nama pengarang pertama
dengan memberikan et al. atau dkk. (berarti dan kawan-kawan) di belakang
nama tersebut.
Contoh:
Jika dirumuskan bagaimana hubungan
arsitektur dan arsitek, Sularso, dkk. (2003:10-11) mengatakan bahwa arsitektur
adalah perpadaun ilmu dan seni, sedangkan arsitek adalah orang yang menciptakan
raung sehingga melahirkan bentuk-bentuk arsitektur yang beraneka ragam.
Penggunaan notasi ilmiah relatif
berbeda antara satu perguruan tinggi dengan perguruan tinggi yang lain.
Meskipun demikian, pada umumnya mereka mengacu pada salah satu pedoman
penulisan notasi ilmiah yang ada. Bahkan, biasanya hampir di setiap perguruan
tinggi memiliki buku pedoman penulisan usulan penelitian, skripsi, tesis, atau
disertasi.
Ada dua versi dalam penulisan innote dan endnote. Pertama, mencantumkan pengarang, tahun terbit, dan halaman
teks yang dikutip. Kedua, hanya mencantumkan nama pengarang dan tahun terbit.
Namun, pada umumnya cara yang pertama lebih banyak digunakan daripada cara yang
kedua.
BAB IX
BIBLIOGRAFI
Ada beberapa istilah yang sepadan
dengan bibliografi. Istilah-istilah tersebut adalah daftar pustaka, daftar
bacaan, daftar rujukan, dan referensi. Bibliografi berisi daftar buku, majalah,
artikel, atau wawancara yang menjadi sumber bacaan atau acuan dan berhubungan
secara erat dengan karangan yang ditulis. Daftar pustaka merupakan syarat
mutlak yang harus ada dalam suatu karya ilmiah, baik dalam makalah, paper,
skripsi, tesis, maupun disertasi. Letak daftar pustaka dalam suatu karya ilmiah
adalah setelah bab simpulan. Tajuk
DAFTAR PUSTAKA dituliskan dengan huruf kapital semua tanpa diberi tanda baca
apa pun dan dituliskan di tengah-tengah kertas dengan jarak dari pinggir atas
sekitar empat sentimeter.
Dalam daftar pustaka sebagaimana
yang dinyatakan Arifin (2003:57) harus dicantumkan semua kepustakaan, baik yang
dijadikan sebagai acuan atau landasan penyusunan karya ilmiah maupun yang hanya
dijadikan sebagai bahan bacaan, seperti artikel baik yang disadur dari majalah
maupun surat kabar, makalah, skripsi, disertasi, buku, diktat, dan antologi.
Daftar pustaka ditulis secara alfabetis sesuai nama-nama pengarang atau lembaga
yang menerbitkannya. Adapun urutan penulisan daftar pustaka adalah sebagai
berikut.
1.
Nama penulis titik tahun terbit titik
judul buku yang diberi garis bawah putus-putus atau dicetak miring titik
kemudian kota tempat terbit buku titik dua (:) nama penerbit titik.
Misalnya:
Arsyad, Azhar. 2001. Dasar-dasar Penguasaan Bahasa Arab.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Sahertian, Piet A. dan Ida Aleida
Sahertian. Supervisi Pendidikan dalam
Rangka Program Inservice Education. Jakarta: Rineka Cipta.
2.
Jika buku yang disebut di dalam daftar pustaka
merupakan edisi terjemahan, setelah
judul buku disebutkan “edisi terjemahan oleh …” di dalam kurung. Dalam edisi
terjemahan tahun terbit yang dipakai adalah tahun terbit terjemahan.
Misalnya:
Titus, Harold H, Merilyn Smith S., Richard T. Nolan.
1984. Persoalan-persoalan Filsafat,
(edisi terjemahan oleh Rasjidi H.M.), Jakarta: Bulan Bintang.
3.
Jika buku dalam daftar pustaka itu berupa sebuah
artikel dalam sebuah kumpulan yang disunting seorang editor (antologi), judul artikel itu diapit
tanda petik ganda (tanpa garis bawah).
Misalnya:
Susilastuti, Dewi H. 1993. “Berbagai Persoalan
Kesehatan Reproduksi Perempuan”. Dalam Fauzie Ridjal, Lusi Margiyani, dan Agus
Fahri Husein (Editor). Dinamika Gerakan
Perempuan di Indonesia. Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya.
4.
Jika buku dalam daftar pustaka itu berupa karya-karya
yang belum dipublikasikan, seperti skripsi,
tesis, dan disertasi, judul itu
tidak perlu diberi garis bawah putus-putus atau dicetak miring, tetapi
diletakkan di antara dua tanda petik ganda.
Misalnya:
Wastono, Afdol Tharik. 1997.
“Kongruensi dan Reksi dalam Bahasa Arab”. Jakarta:
Tesis Magister Humaniora Univeritas Indonesia.
5.
Jika sumber acuan dalam daftar pustaka berupa artikel
yang diambil dari majalah atau jurnal, judul artikel tidak perlu
diberi garis bawah atau dicetak miring, tetapi diapit tanda petik ganda,
sedangkan yang digarisbawahi atau dicetak miring adalah nama majalah atau
jurnal dengan didahului kata “Dalam”.
Misalnya:
Sarbini. 2003. “Islam dan Problem Sosial: Perspektif
Kekerasan Politik dan Agama”. Dalam Jurnal
Ilmiah Mamba’ul ‘Ulum. Edisi III. Surakarta.
6.
Jika sumber acuan itu berupa artikel yang diambil dari koran atau surat kabar, judul artikel diapit tanda petik ganda sebagaimana
artikel yang dikuti dari majalah, sedangkan nama surat kabar diberi garis bawah
dan didahului kata “Dalam”.
Misalnya:
Indrayana, Denny. 2006. “Hakim Agung “Wanted””. Dalam
Kompas. 3 Mei 2006. Jakarta.
Suksmantri, Eko. 2000. “Militerisasi Sipil, Ironi di
Era Reformasi”. Dalam Suara Merdeka.
12 Mei 2000. Semarang.
7.
Jika sumber acuan berupa hasil wawancara atau interviu,
penulisannya sebagai berikut.
Sutarno. 2003. “Peran Teknologi dalam Mengaktualkan
Paradigma Baru Pembelajaran dan Manusia Pembelajar”.Wawancara dengan Ketua
Program Studi Teknologi Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret, 3 Februari 2003.
8.
Jika terdapat beberapa buku yang ditulis oleh seorang
yang sama, nama penulis ditulis yang pertama, sedangkan di bawahnya cukup
ditulis : _________________
Misalnya:
Kridalaksana, Harimurti. 1992. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
___________________. 1993. Kamus Linguistik. Edisi III. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
9.
Jika tidak terdapat nama penulis dalam buku tersebut,
yang ditulis adalah nama lembaga yang menerbitkan buku itu.
Misalnya:
Dirjen Binbaga Islam
Departemen Agama RI. 1994. Kurikulum
Madrasah Aliyah: GBPP Bidang
Studi Bahasa Arab. Jakarta.
10. Jika
judul berbahasa Arab, judul harus ditransliterasikan ke dalam huruf Latin
dengan mengikuti pedoman transliterasi Arab-Latin yang merupakan SKB (Surat
Keputusan Bersama) Menteri Agama Republik Indonesia No.158 tahun 1987 dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No.0543b/U/1987
(terlampir).
Misalnya:
Gulāyīni, Syaikh Mustafā. 2000. Jāmi’u ad-Durūsi al-Arabiyyah: Juz al-Awwal wa as-Sāni wa as-Sālis.
Edisi Revisi. Bairut: al-Maktabatul Asriyyah.
Muhandis, Kāmil. Tanpa Tahun. Mu’jāmu al-Mustalahati al-Arabiyyah Fī al-Lugati wa al-Adāb.
Bairut: Dar al-Ma’ārif.
Dalam penulisan daftar pustaka ada
beberapa ketentuan yang berkaitan dengan penulisan nama pengarang, yaitu
sebagai berikut.
1.
Gelar akademik dan gelar kebangsawanan tidak
disertakan. Misalnya, kalau pengarang buku itu adalah Prof. Dr. Ibnu Hadjar, M.Ed.,
penulisan nama dalam daftar pustaka adalah Hadjar, Ibnu.
2.
Penulisan nama pengarang/penulis, baik dari kalangan
Indonesia maupun penulis buku asing dibalik. Antara unsur-unsur nama yang
dibalik itu diberi tanda koma. Misalnya, pengarang buku tersebut adalah
Elizabeth B. Hurlock, maka penulisannya adalah Hurlock, Elizabeth B. atau
Hurlock, E. B.
3.
Nama penulis yang berbahasa Arab harus
ditransliterasikan ke dalam huruf Latin dengan mengikuti pedoman transliterasi
Arab-Latin seperti halnya judul. Misalnya, Muhammad Mustafa al Maragi harus
ditulis Muhammad Mustafā al-Marāgi
4.
Nama penulis buku yang terdiri dari dua atau tiga orang
ditampilkan semua. Untuk nama penulis yang dibalik hanya nama penulis pertama.
Misalnya, jika penulis buku itu adalah E. Zaenal Arifin dan S. Amaran Tasai,
penulisannya adalah Arifin, E. Zaenal dan S. Amaran Tasai atau Arifin, E. Z.
dan S. A. Tasai.
5.
Nama penulis yang lebih dari tiga orang yang ditulis
penulis pertama kemudian koma et al.
(et alii) yang berarti dan
kawan-kawan atau dan lain-lain. Misalnya, Abboud, et al.
6.
Penulis yang menulis lebih dari satu buku yang ditulis
buku yang paling awal diikuti tahun berikutnya dengan penulisan seperti yang
pertama.
Misalnya:
Subroto, Edi D. 1991.
____________. 1992.
7.
Apabila dalam tahun yang sama penulis menulis lebih
dari satu buku, dalam angka tahun dibedakan dengan a, b, c, dan seterusnya.
Misalnya:
Sudaryanto, 1990a.
_________, 1990b.
8.
Jika dalam buku itu tidak bertahun, di belakang nama
pengarang dicantumkan “Tanpa Tahun”.
Misalnya:
Yunus dan Bakri. Tanpa Tahun
BAB X
KARYA ILMIAH
A. Pengantar
Berbagai
definisi tentang karya ilmiah atau karangan ilmiah dikemukakan oleh para
ilmuwan. Brotowidjoyo dalam Arifin (2003:1) menyatakan: “Karangan ilmiah adalah
karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi
penulisan yang baik dan benar.”
Karya ilmiah harus ditulis secara
jujur apa adanya dan akurat sesuai dengan
kebenaran tanpa mengingat akibat yang ditimbulkan. Kebenaran dalam karya
ilmiah adalah kebenaran yang objektif-positif, sesuai dengan data dan fakta
yang ada di lapangan, dan bukan kebenaran yang normatif.
Di samping itu, ada satu hal yang
esensi yang seringkali dilupakan oleh para penulis karya ilmiah, yaitu
penulisan judul. Seringkali kali kita terjebak oleh kebiasaan para pendahulu
kita seperti Goenawan Muhammad yang khas dalam mengolah judul. Judul-judul
karangan yang dilontarkan GM senantiasa dalam bentuk kata, seperti “Takhayul”’
Suta, Kunti, Soeharto, Papua, Pungguk, dan sebagainya. Kalau judul tersebut
dalam bentuk artikel lepas atau esai, saya kira tidak masalah. Akan tetapi,
kalau judul itu merupakan kepala karangan dalam suatu karya ilmiah, akan lain
lagi persoalannya.
Judul dalam karya ilmiah haruslah
berbentuk frasa bukan kalimat. Jadi, seandainya ada judul karya ilmiah yang
berbentuk kalimat atau kata harus diubah dalam bentuk frasa. Misalnya:
Perempuan di
Indonesia Mendinamisasikan Gerakannya. Judul ini bisa diubah dalam bentuk
frasa, yaitu “Dinamisasi Gerakan Perempuan di Indonesia”.
B. Jenis-jenis Karya Ilmiah
Di perguruan tinggi pada umumnya
kedudukan karya tulis ilmiah sangat penting dan merupakan bagian dari tuntutan
formal akademik. Ada beberapa jenis karya ilmiah yang biasa ditulis orang,
seperti makalah, laporan bab atau laporan buku, kertas kerja, laporan
penelitian, paper, skripsi, dan disertasi. Dilihat dari tujuan penulisannya,
karya ilmiah dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama, adalah karya ilmiah untuk
memenuhi tugas-tugas perkuliahan, yaitu makalah dan laporan bab atau laporan
buku. Kedua, adalah karya ilmiah yang merupakan syarat yang dituntut mahasiswa
ketika menyelesaikan program studi, yaitu skripsi (untuk S1), tesis (untuk S2),
dan disertasi (untuk S3).
Indriati (2002:103-104) menyatakan
ada sebelas macam tulisan ilmiah, antara lain sebagai berikut.
1.
Laporan penelitian, adalah laporan yang ditulis
berdasarkan penelitian, misalnya laporan penelitian yang didanai oleh fakultas
dan universitas, laporan ekskavasi arkeologis yang dibiayai oleh Departemen
Kebudayaan, dan sebagainya.
2.
Skripsi, adalah tulisan ilmiah untuk mendapatkan gelar
akademik sarjana strata satu (S1)
3.
Tesis, adalah tulisan ilmiah untuk mendapatkan gelar
akademik strata dua (S2), yaitu Master/Magister.
4.
Disertasi, adalah tulisan ilmiah untuk mendapatkan
gelar akademik strata tiga (S3), yaitu Doktor.
5.
Surat pembaca, adalah surat yang berisi kritik dan
tanggapan terhadap isi suatu tulisan ilmiah.
6.
Laporan kasus, adalah tulisan mengenai kasus-kasus yang
ada yang dilandasi dengan teori.
7.
Laporan tinjauan, adalah tulisan yang berisi tinjauan
karya-karya ilmiah dalam kurun waktu tertentu, misalnya Biological Anthropology
in The Americas: 1900-2000.
8.
Resensi adalah tanggapan terhadap suatu karangan atau
buku yang memaparkan manfaat karangan atau buku tersebut bagi pembaca.
9.
Monograf, adalah karya asli menyeluruh dari suatu
masalah. Monograf ini dapat berupa tesis atau pun disertasi.
10. Referat,
adalah tinjauan mengenai karangan sendiri dan karangan orang lain.
11. Kabilitasi,
adalah karangan-karangan penting yang dikerjakan sarjana Departeman Pendidikan
Nasional untuk bahan kuliah.
Sebagai bagian dari tugas-tugas
perkuliahan, karya ilmiah dalam bentuk makalah dan laporan buku atau laporan
bab (chapter) merupakan bagian dari
sistem SKS (Satuan Kredit Semester), yaitu merupakan komponen tugas-tugas
berstruktur yang harus dipenuhi oleh para mahasiswa di luar kegiatan
perkuliahan dalam kelas. Jadi, makalah dan laporan buku atau laporan bab
merupakan konsekuensi logis dari sistem SKS.
Sementara itu, Arifin (2003:2-3)
menyatakan tentang perbedaan istilah-istilah karya ilmiah sebagai berikut.
Makalah adalah karya tulis ilmiah
yang menyajikan suatu masalah yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan
yang bersifat empiris-objektif. Makalah menyajikan masalah dengan melalui proses
berpikir deduktif dan induktif. Biasanya, makalah disusun untuk melengkapi
tugas-tugas mata kuliah tertentu atau untuk memberikan saran pemecahan tentang
suatu masalah secara ilmiah. Dilihat dari bentuknya makalah merupakan bentuk
yang paling sederhana di antara karya tulis ilmiah yang lain.
Kertas kerja adalah karya tulis
ilmiah yang menyajikan sesuatu berdasarkan data di lapangan yang bersifat
empiris-objektif. Analisis dalam kertas kerja lebih serius daripada analisis
dalam makalah. Biasanya kertas kerja ditulis untuk disajikan dalam suatu
seminar atau lokakarya.
Skripsi adalah karya tulis ilmiah
yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat
yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif, baik
berdasarkan penelitian langsung (observasi lapangan) maupun penelitian tidak
langsung (studi kepustakaan). Biasanya, skripsi ditulis untuk melengkapi syarat
guna memperoleh gelar sarjana muda/diploma atau sarjana dan penyusunannya
dibimbing oleh seorang dosen atau tim yang ditunjuk oleh suatu lembaga
pendidikan tinggi.
Tesis adalah karya ilmiah yang
bersifat lebih mendalam daripada skripsi. Tesis akan mengungkapkan pengetahuan
baru yang diperoleh dari penelitian sendiri. Karya tulis ini akan
memperbincangkan pengujian terhadap suatu hipotesis atau lebih dan ditulis oleh
mahasiswa fakultas pascasarjana.
Disertasi adalah karya tulis ilmiah
yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis yang
berdasarkan data dan fakta yang sahih dengan analisis yang terinci. Dalil ynag
dikemukakan biasanya dipertahankan oleh penulisnya dari sanggahan-sanggahan
senat guru besar/penguji suatu pendidikan tinggi.
Disertasi ini berisi suatu temuan penulis sendiri yang berupa temuan orisinal. Jika temuan
orisinal ini dapat dipertahanakan oleh penulisnya dari sanggahan penguji,
penulisnya berhak menyandang gelar doktor.
C. Manfaat dan Fitur-fitur Karya Ilmiah
Semua jenis karangan ilmiah
hendaklah ditulis dengan padat serta disusun secara logis dan cermat. Melalui
karya ilmiah, mahasiswa atau dosen mengungkapkan pikirannya secara sistematis,
sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan. Di samping itu, karya ilmiah juga
merupakan wahana untuk menyajikan nilai-nilai praktis maupun nilai-nilai
teoretis hasil-hasil pengkajian dan penelitian ilmiah yang dilakukan oleh
mahasiswa maupun dosen.
Penyusunan karya ilmiah memberikan
manfaat yang sangat besar, baik bagi penulis maupun bagi masyarakat. Sikumbang
(1981:2-5) menyatakan bahwa ada enam manfaat yang diperoleh dari kegiatan menulis
karya ilmiah, yaitu sebagai berikut.
1.
Penulis akan terlatih mengembangkan keterampilan
membaca yang efektif karena sebelum menulis karangan ilmiah, ia mesti membaca
dahulu kepustakaan yang ada relevansinya dengan topik yang akan dibahas.
2.
Penulis akan terlatih menggabungkan hasil bacaan dari
berbagai buku sumber, mengambil sarinya, dan mengembangkannya ke tingkat
pemikiran yang lebih matang.
3.
Penulis akan berkenalan dengan kegiatan perpustakaan,
seperti mencari bahan bacaan dalam katalog pengarang atau catalog judul buku.
4.
Penulis akan dapat meningkatkan keterampilan dalam
mengorganisasikan dan menyajikan fakta secara jelas dan sistematis.
5.
Penulis akan memperoleh kepuasan intelektual.
6.
Penulis tutur memperluas cakrawala ilmu pengetahuan
masyarakat.
Selanjutnya, Brotowidjoyo
(1985:33-34) menyatakan bahwa orang yang berjiwa ilmiah memiliki tujuh sikap
ilmiah, antara lain sebagai berikut.
1.
Sikap ingin tahu yang diwujudkan dengan selalu bertanya
tentang berbagai hal.
2.
Sikap kritis yang direalisasikan dengan mencari
informasi sebanyak-banyaknya, baik dengan jalan bertanya kepada siapa saja yang
diperkirakan mengetahui masalah maupun dengan membaca sebelum memnentukan
pendapat untuk ditulis.
3.
Sikap terbuka dinyatakan dengan selalu bersedia
mendengarkan keterangan dan argumentasi orang lain.
4.
Sikap objektif diperlihatkan dengan cara menyetakan apa
adanya, tanpa dibarengi perasaan pribadi.
5.
Sikap rela menghargai karya orang lain diwujudkan
dengan mengutip dan menyatakan terima kasih atas karangan orang lain dan
menganggapnya sebagai karya yang orisinal milik pengarangnya.
6.
Sikap berani mempertahankan kebenaran diwujudkan dengan
membela fakta atas hasil penelitiannya.
7.
Sikap menjangkau ke depan dibuktikan dengan sikap
“futuristik”, yaitu berpandangan jauh, mampu membuat hipotesis dan
membuktikannya bahkan mampu menyusun suatu teori baru.
Dengan sifat dan kedudukan itu,
karya ilmiah dalam lingkungan akademik bisa ikut memperkaya khazanah keilmuan
dan memperkokoh paradigma keilmuan pada bidang keilmuan atau disiplin yang relevan.
Proses akumulasi, validasi, dan bahkan falsifikasi dalam kegiatan ilmiah
melalui penelitian-penelitian dan pengkajian-pengkajian ilmiah ini merupakan
prasyarat untuk perkembangan suatu disiplin keilmuan.
W. Paul Jones (1959) dalam Gie
(2002:93) menyatakan bahwa ada sepuluh fitur dalam karangan ilmiah, yaitu (1)
menyajikan fakta-fakta, (2) cermat dan jujur (accurate and truthful), (3) tidak memihak (disinterested), (4) sistematis, (5) tidak bersifat haru (not emotive), (6) mengesampingkan
pendapat yang tidak mempunyai dasar (unsupported
opinion), (7) sungguh-sungguh (sincere),
(8) tidak bercorak debat (not
argumentative), (9) tidak secara langsung bernada membujuk (not directly persuasive), (10) tidak
melebih-lebihkan.
D. Ragam atau Gaya Penulisan Karya
Ilmiah
Ada perbedaan pendapat
mengenai ragam atau gaya dalam penulisan karya ilmiah. Beberapa penulis
menyatakan bahwa ada lima ragam, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi,
arguentasi, dan persuasi (Nursisto, 2000:37; Djuhaeri dan Suherli, 2001:47).
Sementara itu, penulis yang lain menyatakan bahwa hanya ada empat ragam, yaitu
narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi (Widagdho, 1997:107; Arifin dan
Tasai, 2000:128; Gie, 2002:25; Waluyo, 2000:29).
Menurut Waluyo (2000:31)
persuasi adalah sejenis argumentasi yang mempengaruhi pembaca atau pendengar
secara berlebihan agar mengikuti jalan pikirannya, sedangkan Arifin dan Tasai
(2000:129) dan Widagdho (1997:117) menyatakan bahwa wacana argumentasi disebut
juga persuasi.
1. Narasi
Narasi menurut Keraf
(2001:136) adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan
sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi, sedangkan
menurut (Nursisto, 2000:39; Arifin dan Tasai, 2000:130) narasi adalah karangan
yang berupa rangkaian peristiwa yang
terjadi dalam satu kesatuan waktu. Karangan yang tergolong dalam jenis ini
adalah cerpen, novel, roman, dan semua karya prosa imajinatif. Ragam ini jarang
digunakan dalam karangan ilmiah. Tujuannya adalah menyajikan peristiwa atau
mengisahkan apa yang telah terjadi dan bagaimana suatu peristiwa terjadi. Ragam
ini jarang digunakan dalam karangan ilmiah.
2. Deskripsi
Deskripsi (perian) adalah karangan
atau karya ilmiah yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya
sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, merasakan, mencium) apa
yang dilukiskan pengarang (Nursisto, 2000:40). Ada tiga jenis deskripsi,
antara lain: (1)
realistis, yaitu dengan kenyataan apa adanya, (2) impresionistis, yaitu bentuk
pemerian secara subjektif dengan detil sesuai dengan pandangan pribadi, dan (3)
afektif, yaitu sesuai dengan sikap penulis (masa bodoh, cermat, santai, serius,
dan sebagainya).
Berdasarkan point of view, terdapat tiga jenis penentu deskripsi , yaitu lokasi
jarak, lokasi waktu, dan sikap pengarang. Di samping itu, berdasarkan cara
analisis, terdapat
deskripsi teknis
(memberikan uraian langsung dan objektif tentang rupa (appearance), letak atau strktur dari sesuatu, dan deskripsi
sugestif (membangkitkan kesan/impresi tentang tempat, pemandangan, atau orang
yang menyusun wacana khusus (Waluyo, 2000:30).
3. Eksposisi
Eksposisi (paparan) adalah karangan
yang menerangkan atau menjelaskan pokok pikiran yang dapat memperluas wawasan
atau pengetahuan pembaca. Melalui eksposisi penulis berusaha menjelaskan suatu
ide atau gagasan, menganalisis sesuatu, membatasi pengertian sebuah istilah,
memberikan perintah, dan sebagainya.
Jenis wacana eksposisi antara lain
(1) definisi dan definisi yang diperluas; (2) analisis; (3) proses; (4) ikhtisar
atau ringkasan (summary). Jenis
karangan ini memiliki fitur-fitur sebagai berikut.
a.
Berisi penjelasan atau informasi.
b.
Menggunakan contoh, fakta, gambar peta, dan
angka-angka.
c.
Akhir karangan berupa penegasan.
4. Argumentasi
Gaya atau ragam penulisan
argumentasi adalah bentuk ragam penulisan yang berusaha untuk mempengaruhi
sikap dan pendapat orang agar percaya dan kemudian bertindak sesuai dengan apa
yang diinginkan oleh penulis atau pembicara. Ragam ini memiliki fitur-fitur,
antara lain:
a.
Mengandung bukti dan kebenaran.
b.
Alasan kuat.
c.
Menggunakan bahasa denotatif.
d.
Analisis rasional.
e.
Unsur subjektif dan emosional sangat dibatasi bahkan
sedapat mungkin tidak ada.
Menurut Waluyo (2000:31) ada empat
istilah yang berkaitan dengan argumentasi, antara lain:
a. Proposisi,
yaitu pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau ditolak karena
mengandung kesalahan. Terdiri atas inferensi (penarikan simpulan), implikasi
(rangkuman), dan evidensi (semua fakta, data, kesaksian, informasi, dan
otoritas yang digunakan untuk membuktikan kebenaran).
b. Analogi,
yaitu proses pernalaran yang berupa penyimpulan tentang sesuatu yang berlaku
dan berlaku pula untuk yang lain. Ada analogi induktif , deklaratif, dan
analogi penjelas.
c. Pernalaran,
yaitu proses berpikir yang menggunakan prinsip-prinsip argumentasi untuk
menyimpulkan sesuatu dan untuk memecahkan masalah.
d. Persuasi.
5. Persuasi
Persuasi atau imbauan adalah jenis
karangan yang di samping mengandung alasan-alasan dan bukti atau fakta, juga
mengandung ajakan atau imbauan agar pembaca mau menerima dan mengikuti pendapat
dan kemauan penulis (Nursisto, 2000:45).
Tujuan ragam gaya penulisan ini adalah mempengaruhi dan mengubah sikap
atau mengimbau pembaca agar dengan sukarela melakukan sesuatu sesuai dengan
kehendak penulis disertai kesadaran dan dilandasi oleh pengertian. Ragam ini
memiliki fitur-fitur, (a) ada alasan dan bukti (argumen), (b) ada unsur imbauan
atau ajakan, (c) tidak ada pertentangan atau konflik.
Metode-metode persuasi adalah:
rasionalisasi (pembenaran dengan akal); identifikasi (menyesuaikan diri dengan
pembaca atau pendengar; sugesti (membujuk); proyeksi (subjek dijadikan objek);
dan kompensasi (mengganti hal-hal yang tidak diterima).
G. Tahap-tahap Penyusunan Karangan Ilmiah
Dalam kegiatan penyusunan karangan
ilmiah, ada lima tahapan yang harus dilalui oleh para peneliti/penulis karangan
ilmiah (Arifin, 2003:7). Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut.
H. Logika Sebagai Paradigma dalam Penulisan Ilmiah
Logika adalah cabang, tetapi juga
kondisi dan tuntutan fundamental mutlak eksistensi ilmu yang secara sistematis
menyelidiki, merumuskan, dan menerangkan asas-asas yang harus ditaati agar
orang berpikir dengan tepat, lurus, dan teratur.
Logika sebagai ilmu merumuskan
aturan-aturan untuk pemikiran yang tepat. Maksud pelajaran logika praktis.
Jadi, yang kita pentingkan dalam studi ini adalah kecakapan menerangkan
aturan-aturan pemikiran yang tepat terhadap persoalan-persoalan kongkret yang
kita hadapi setiap hari, serta pembentukan sikap ilmiah, kritis, dan objektif
sehingga logika dalam hal ini sangat berperan sekali dalam lembaga-lembaga
riset yang berkaitan dengan penulisan ilmiah.
Penulisan ilmiah sebenarnya suatu kegiatan
yang didasarkan pada ciri keilmuan yang bersifat rasional , empiris, logis, dan
sistematis. Suatu kajian ilmu dikatakan ilmiah jika memiliki beberapa
persyaratan, antara lain: ilmu harus memiliki objek, ilmu harus memiliki
metode, ilmu harus sistematis, ilmu harus bersifat universal, dan memiliki
seting yang jelas.
Segala sesuatu wajib diragukan, dan
di bidang ilmiah tidak ada sesuatu pun yang dianggap pasti seperti yang secara
tegas dinyatakan oleh Descartes (dalam Suriasumantri, 1985; Bertens, 1981).
Dalam proses pernalaran, baik secara deduktif maupun induktif semuanya
menggunakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggap benar. Konsep
tentang kebenaran adalah sesuatu yang sulit ditangkap. Kebenaran menurut Ford
(dalam Lincoln dan Guba, 1985) dalam bukunya yang berjudul Paradigms and Fairy Tales (1975) menyatakan bahwa istilah kebenaran
memiliki empat macam makna yang berbeda, yaitu kebenaran empiris, kebenaran
logis, kebenaran etis, dan kebenaran metafisis.
Kebenaran empiris adalah kebenaran
yang biasa digunakan oleh para ilmuwan, merupakan suatu pernyataan dalam bentuk
hipotesis. Selanjutnya, kebenaran adalah kebenaran logis jika merupakan
pernyataan yang secara logis atau matematis sejalan dengan pernyataan lain yang
telah diketahui sebagai benar. Kebenaran etis adalah kebenaran yang merumuskan
bahwa suatu pernyataan adalah benar jika seseorang yang menyatakan berbuat
sesuai dengan ukuran pelaksanaan yang bersifat moral atau professional,
sedangkan yang terakhir, yaitu kebenaran metafisis sangat berbeda dengan yang
lain, dengan pengertian bahwa suatu pernyataan sebagai kebenaran tidak dapat
diuji kebenarannya dengan dihadapkan pada
beberapa norma eksternal semacam kesesuaian dengan alam, penarikan
simpulan yang logis, atau pun ukuran pelaksanaan professional.
Dengan kata lain kebenaran metafisis harus diterima sebagaimana adanya
karena kepercayaan dasarnya tidak dapat dibuktikan dengan kebenaran yang
dianggap benar oleh kebenaran yang lain. Kebenaran ini menghadirkan batas akhir
yang berbeda dari semua kebenaran yang teruji.
Pada umumnya lembaga-lembaga
perguruan tinggi (lembaga-lembaga riset dan penerbit-penerbit karya ilmiah)
telah menetapkan pedoman-pedoman mengenai penulisan karya ilmiah yang mereka
harap dapat diikuti dengan seksama oleh semua pihak yang bekerja dalam dan
untuk lembaga-lembaga tersebut. Sebaliknya, pedoman-pedoman itu dapat diikuti
dengan tertib untuk menghindari kesulitan-kesulitan karena suatu karya bisa
ditolak atau minta direvisi semata-mata karena tidak mengikuti pedoman-pedoman
yang berlaku.
Pada dasarnya semua karya ilmiah
berpijak pada aturan tata tulis yang sama. Adalah hal yang esensi sekali bagi
mahasiswa atau penulis untuk mempelajari dengan baik tata tulis ilmiah sebab
dalam studinya ia akan menulis paper, skripsi, tesis, atau mungkin juga
disertasi.
Menyertakan atau menyisipkan
kutipan-kutipan dalam penulisan ilmiah (skripsi, tesis, atau manuskrip) menurut
Sutrisno Hadi (1989) tidaklah dilarang dan bukan merupakan suatu keaiban. Tidak
jarang pendapat, ide, atau konsep, hipotesis, pendirian atau simpulan riset
dari ahli lain atau kepunyaan sendiri yang telah dituliskan di suatu buku
dikutip kembali untuk ditelaah, dibahas, dikritik, atau diperkuat.
Perlu diketahui juga bahwa dalam
penulisan ilmiah diperlukan suatu metode dalam bernalar. Menalar adalah
berpikir dengan tepat dalam rangka mencapai suatu kebenaran. Menalar juga
memiliki makna berbicara dengan diri sendiri di dalam batin, mempertimbangkan,
merenungkan, menganalisis, membuktikan sesuatu, menyajikan argumen-argumen, dan
meneliti penalarannya serta mencari hubungan antara yang satu dengan yang
lainnya, mempertanyakan terjadinya sesuatu di dalam kehidupan nyata, dan
akhirnya menarik suatu simpulan (menyimpulkan) sebagai suatu yang baru berdasarkan
apa yang telah diketahui (Suharto, 1994:1).
Di dalam penulisan karya ilmiah
logika berperan dalam menuntun langkah-langkah berpikir manusia yang berangkat
dari prosedur berpikir ilmiah, baik dalam penulisan gaya deskripsi, eksposisi,
argumentasi, maupun persuasi. Hal ini ditunjukkan dengan tata urutan penulisan
dan kaidah penulisan dari bagian inti laporan penelitian ilmiah dari bagian
pendahuluan sampai dengan simpulan.
Dengan demikian, logika berperan
dalam alur penyusunan suatu karya ilmiah, yaitu mulai dari menemukan sesuatu,
menganalisis, membuktikan sesuatu tersebut sampai akhirnya menarik suatu
simpulan. Oleh karena itu, ada suatu kiat yang berbunyi: “think – plan – write – revise”. Dua tahap pertama, yaitu “berpikir”
dan “merencanakan” merupakan langkah awal yang penting dalam setiap proses
penulisan. Dengan rencana yang telah dipersiapkan dengan matang, suatu tulisan
akan dapat dikerjakan dengan baik. Dalam hal ini pula, logika berperan serta
dalam penulisan karya ilmiah sebab berpikir adalah objek material logika. Hal
tersebut senada dengan pernyataan Lanur (1983:7-8) bahwa berpikir adalah objek
material logika. Maksudnya ialah kegiatan pikiran akal budi manusia untuk
mengolah dan mengerjakan pengetahuan yang telah diperolehnya untuk mencapai kebenaran
dengan cara berpikir lurus dan tepat.
Secara
garis besar, alur penyusuanan karya tulis ilmiah menurut Nazir (1988:12) adalah
sebagai berikut.
Dari kiat yang dikemukakan pada bagan ini, yaitu “think – plan – write – revise” tampak jelas bahwa tulisan yang
telah disusun selalu membutuhkan peninjauan kembali (revise). Hanya dengan cara ilmiah sebuah karya ilmiah dapat
disempurnakan.
Kesesatan pernalaran dapat terjadi
pada siapa saja, bukan karena kesesatan dalam fakta-fakta, tetapi kesesatan
dalam penyimpulan yang sesat/keliru karena tidak dari alur pemikiran dalam
penyusunan suatu karya ilmiah. Khusus dalam hal ini “revising”, dalam proses ini kita mencoba meyakinkan bahwa pembaca
bisa mengerti pesan yang kita sampaikan. Kita harus mengecek apakah
gagasan-gaagasan logis kita layak untuk dipresentasikan atau tidak (Bram,
1995:68).
H. Bahasa
Karya Ilmiah
Bahasa dikatakan sebagai alat
berpikir dan bernalar. Dengan berbahasa kita bisa mengungkapkan apa yang kita
rasakan dan kita pikirkan sehingga berbahasa bisa mengaktualisasikan perwujudan
konsep-konsep hasil pemikiran. Oleh karena itu, manusia yang sedang berpikir
senantiasa mengajukan pertanyaan-pertanyaan bagaimana dan mengapa fenomena yang
dihadapinya itu bisa seperti pada saat manusia melihat, mendengar, dan
merasakan. Pertanyaan itu muncul akibat dari keingintahuan manusia yang tidak
mungkin dapat dilontarkan tanpa menggunakan bahasa.
Dalam konteks keilmuan, menurut Rusyana dalam Djuharie dan Suherli
(2001:76), bahasa memiliki beberapa syarat, antara lain:
(1) Jelas,
artinya makna yang muncul tidak menimbulkan salah pengertian.
(2) Deskriptif,
artinya bahasa menggambarkan kenyataan empiris secara spesifik.
(3) Bernalar, artinya bahasa yang digunakan dapat
dijadikan sebagai hubungan sebab akibat, runtut, dan sistematis.
(4) Dapat dikontrol, artinya, bahasa yang dipakai dapat diselidiki
kebenaran dan ketidakbenarannya.
(5) Sederhana, kesederhanaan ini berkaitan dengan susunan yang sistematis
dalam keilmuan.
(6) Menunjukkan bahasa yang abstrak, hal ini selaras
dengan tujuan ilmu, yaitu dari hal-hal yang kongkret menuju ke generalisasi dan
selanjutnya teori.
Bahasa yang dipakai dalam karya
ilmiah menurut Waluyo (2000:17) adalah bahasa keilmuan yang memiliki
fitur-fitur (1) reproduktif, (2) straight forward, (3) baku, (4) gahari,
(5) kalimatnya efektif, (6) tidak ambigu, (7) tidak emotif, tetapi rasional,
(8) lebih diutamakan kalimat pasif dan tidak menyebut persona, (9) register
keilmuan, dan (10) notasi ilmiah.
Bahasa ragam karya ilmiah memiliki
perbedaan dengan ragam lain dari kata-kata yang digunakannya,bahasa karya
ilmiah menunjukkan karakteristik yang khas, antara lain ditunjukkan dengan
maknanya yang konstan dan lepas dari emosi. Bahasa karya ilmiah juga menuntut adanya
aturan logika yang benar. Hal ini sesuai dengan salah satu fitur bahasa baku,
yaitu rasional. Artinya, bahwa pemakaian alat-alat bahasa – kata dan kalimat –
haruslah tepat sehingga setiap kata hanya mempunyai satu fungsi tertentu saja
dan setiap kalimat hanya mewakili suatu keadaan faktual saja. Bahasa logika
menurut Russel (dalam Djuharie, 2001:79) mengandung aturan sintaksis sehingga
mencegah ungkapan tidak bermakna dan mempunyai simbol tunggal yang selalu
bermakna unik dan terbatas.
Untuk menghindari kekeliruan dalam
pernalaran, diperlukan pemikiran serta penyelidikan ilmiah dengan menggunakan
kategori-kategori ilmiah yang bersifat logis, teoretis, dan sesudah itu
pengamatan, penghitungan, serta verifikasi di dalam percobaan-percobaan
(Soemargono, 1985:53).
John Dewey dalam Nawawi
(1991:98) menyatakan bahwa langkah berpikir ilmiah adalah sebagai berikut.
a.
Adanya suatu kebutuhan (the felt need).
Seseorang merasakan adanya
suatu kebutuhan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya akibat adanya kesenjangan
antara kenyataan dan harapan dengan harapan yang ada pada pemikirannya.
b. Menetapkan
masalah (the problem).
Setelah merasakan adanya
suatu kebutuhan, langkah selanjutnya adalah berusaha merumuskan, menegaskan,
dan membatasi masalah yang timbul, agar jelas aspek-aspeknya dalam usaha
memenuhi kebutuhannya.
c. Menyusun
hipotesis (the hypothesis).
Selanjutnya orang tersebut
perlu memperkirakan kemungkinan pemecahan masalah yang telah dirumuskannya
tersebut, sebagai terkaan yang didasarkan atas pengalamannya pada masa lalu
atau dengan memanfaatkan berbagai teori yang relevan dengan masalah yang
dihadapi.
d. Menarik
simpulan yang diyakini kebenarannya (concluding
belief).
Simpulan yang diperoleh
dari hipotesis itu selanjutnya harus dirumuskan sebagai suatu pendapat atau
teori yang terbaik sebagai pemecahan masalah dalam mengatasi kebutuhan yang
dirasakan.
e. Menetapkan
manfaat dari simpulan yang berlaku secara umum (general value of the conclusion).
Setelah menarik simpulan harus diusahakan merumuskan
implikasi-implikasinya yang dapat dipergunakan secara umum dalam menghadapi
masalah yang sama atau memiliki kesamaan dalam kenyataan.
Popular Posts
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Studi prilaku organisasi adalah telaah tentang pribadi dan dinamika kelompok dan konteks...
-
STIKAP PEKALONGAN JL.SIMPANG TIGA SEDAYU WONOPRINGGO PEKALONGAN SEMINAR NASIONAL "PROSPEK PENGEM...
-
SAINS DAN TEKHNOLOGI PEMBAHASAN A.PENGERTIAN 1.Sains Menurut Medawar (1984) Sains (dari istilah inggris) berasal dari k...
-
BAB I PENDAHULUAN Desain pembelajaran merupakan prinsip-prinsip penerjemahan dari pembelajaran dan instruksi ke dalam rencana-rencana...
-
BAB I PENDAHULUAN Hadits merupakan sumber hukum bagi umat islam setelah Al-Qur’an. Hadits sendiri terbagi menjadi beberapa bagian di...
-
BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam setiap organisasi, terjadinya konflik merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindar...
-
KUTIPAN DAN NOTASI ILMIAH KUTIPAN Kutipan merupakan salah satu hal yang sangat esensi dalam penulisan karya ilmiah. ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum mengkaji lebih jauh tentang kedudukan anak dalam kurikulum, perlu dikemukakan terl...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis di dalam lingkungan sosialnya. Agar dapat berkembang, man...
NavBar1
About
HARAPAN TERINDAH ADALAH KETIKA KITA BERTEMU DENGAN ROSULLULAH SAW.
Total Tayangan Halaman
Diberdayakan oleh Blogger.
NavBar2
Mengenai Saya
Recent Stories
Connect with Facebook
Sponsors
Search
Recent Comments