Home » Archives for 2012
kurikulum dan anak
Posted in
kurikulum
|
Sabtu, 01 Desember 2012
|
Catatan si boy
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebelum mengkaji lebih jauh tentang kedudukan anak dalam
kurikulum, perlu dikemukakan terlebih dahulu apa itu kurikulum. Kata
“kurikulum” berasal dar bahasa Yunani yang semula digunakan dalam bidang
olahraga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus
ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start hingga finish.
Pengertian ini kemudian diterapkan dalam
bidang pendidikan. Dalam bahasa Arab, istilah “kurikulum” diartikan dengan
Manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia
pada bidang kehidupanya. Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan
terang yang dilalui oleh pendidik/guru dengan peserta didik untuk mengembangkan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta nilai-nilai. Al-khauly (1981)
menjelaskan al-manhaj sebagai seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga
pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli
rupanya sangat bervariasi, tetapi dari beberapa definisi itu dapat ditarik
benang merah, bahwa di satu pihak ada yang menekankan pada isi pelajaran atau
mata kuliah, dan di lain pihak lebih menekankan pada proses atau pengalaman
belajar.
Definisi kurikulum yang tertuang dalam UU sisdiknas Nomor
2/1989 dikembangkan ke arah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara pembelajaran maupun evaluasinya.
Dalam proses pendidikan, ada tiga unsur yang harus ada.
Tiga unsur tersebut adalah guru atau pendidik, siswa atau anak didik dan
kurikulum. Ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling memiliki
hubungan. Dalam hal ini, perlu diketahui hubungan antara kurikulum dengan anak
didik. Kurikulum yang digunakan dalam pengajaran harus sesuai dengan
perkembangan anak didik. Seorang siswa harus mampu menerima dan menyelesaikan
apa yang ditugaskan untuknya. Anak didik juga memiliki kedudukan dalam
kurikulum itu sendiri.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan
anak dan anak didik?
2.
Bagaimana kedudukan anak
dalam kurikulum?
3.
Apa kebutuhan anak dalam
kurikulum?
4.
Bagaimana perkembangan
Intelektual anak?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian dan
karakteristik anak didik.
2.
Mengetahui perkembangan
anak didik.
3.
Mengetahui kedudukan anak
dalam kurikulum.
D.
Manfaat
Manfaat disusunnya makalah ini
adalah untuk mengetahui kedudukan anak didik dalam kurikulum. Selain itu,
makalah ini disusun untuk mendapatkan jawaban apakah pengembangan kurikulum
harus memperhatikan asas psikologi anak. Dari makalah ini juga dapat diketahui
bagaimana pertumbuhan dan perkembangan anak didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN DAN
KARAKTERISTIK ANAK DIDIK
1.
Pengertian Anak
Anak (jamak:
anak-anak) adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum
mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, di mana kata
"anak" merujuk pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak
dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa. Walaupun begitu istilah
ini juga sering merujuk pada perkembangan mental seseorang, walaupun usianya
secara biologis dan kronologis seseorang sudah termasuk dewasa namun apabila
perkembangan mentalnya ataukah urutan umurnya maka seseorang dapat saja
diasosiasikan dengan istilah "anak".
2.
Pengertian Anak Didik
Anak didik
adalah anak yang karena ketergantungannya menimbulkan tanggungjawab pendidikan
pada orang dewasa, sehingga secara sengaja orang dewasa itu memberikan bantuan
ke arah kedewasaan.
Menurut Sutari
Imam Barnadib (1995), peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan. Sosok peserta didik
umumnya merupakan sosok anak yang membutuhkan bantuan orang lain untuk bisa
tumbuh dan berkembang ke arah kedewasaan. Ia adalah sosok yang selalu mengalami
perkembangan sejak lahir hingga meninggal dengan perubahan-perubahan yang
terjadi secara wajar.
3.
Karakteristik Anak Didik
a.
Anak didik adalah subjek atau persona
Anak didik
adalah manusia, yaitu pribadi yang memiliki kedirisendirian, dan kebebasan
dalam mewujudkan dirinya sendiri untuk mencapai kedewasaannya. Setiap anak
didik bebas menentukan dirinya sendiri, mempunyai keinginan sendiri untuk
menjadi orang dewasa seperti yang dicita-citakan oleh dirinya sendiri.
b.
Individu yang memiliki
potensi fisik dan psikis yang khas
Anak didik
merupakan insan yang unik. Ia sejak lahir telah memiliki potensi-potensi yang
berbeda dengan individu lain yang ingin dikembangkan dan diaktualisasikan.
c.
Individu yang sedang
berkembang
Menurut ilmu
psikologi manusia mempunyai tahap-tahap perkembangan manusia, setiap
perkembangan memiliki tugas-tugas perkembangan tertentu dan menuntut perlakukan
tertentu pula. Selalu ada perubahan dalam diri anak didik, baik yang ditujukan
pada diri sendiri maupun ke arah penyesuaian dengan lingkungannya.
d.
Individu yang membutuhkan
bimbingan individual dan perlakuan manusiawi
Walaupun ia
adalah makhluk yang berkembang punya potensi fisik dan psikis untuk bisa mandiri,
namun karena belum dewasa maka ia membutuhkan bantuan dan bimbingan dari pihak
lain sesuai kodrat kemanusiaannya.
e.
Individu yang memiliki
kemampuan untuk mandiri
Hal ini
dikarenakan bahwa di dalam diri anak ada kecenderungan untuk memerdekakan diri,
sehingga mewajibkan bagi pendidik dan orang tua untuk setapak demi setapak
memberikan kebebasan kepada anak dan pada akhirnya pendidik mengundurkan diri.
f.
Anak didik hidup dalam
“dunia” tertentu
Setiap manusia
hidup dalam dunianya masing-masing sesuai tahap perkembanganya, jenis kelamin,
cara pandang, cara berpikir dan lain-lain.
g.
Anak didik hidup dalam
lingkungan tertentu
Anak didik
adalah subjek yang berasal dari keluarga dengan latar belakang lingkungan alam
dan sosial budaya tertentu sehingga anak didik memiliki karakteristik tertentu
yang berakibat pengaruh lingkungan dimana ia dibesarkan dan dididik.
h.
Anak didik memiliki potensi
dan dinamika
Bantuan orang
dewasa berupa pendidikan agar anak didik menjadi dewasa akan mungkin dicapai
oleh anak didik. Hal ini disebabkan anak didik memiliki potensi untuk menjadi
manusia dewasa, dan ia memiliki dinamika yaitu aktif sedang berkembang dan
mengembangkan diri, serta aktif dalm menghadapi lingkunganya dalam upaya
mencapai kedewasaannya
B.
Kedudukan Anak dalam
Kurikulum
Berbagai studi
telah diadakan untuk mengenal anak secara lebih luas dan mendalam. Studi ini
antara lain menjadi pokok penelitian psikologi anak yang mempelajari anak dalam
segala aspeknya antara lain mengenai perkembangan anatomis dan fisiologis,
kemampuan motoris, bahasa dan komonikasi, perkembangan mental dan inteligensi,
penrkembangan pengertian dan pemahaman, kreativitas dan permainan anak,
kelakuan social, watak dan disiplin, kepribadian dan kesehatan rohani dan
sebagainya.
Lester D.
Crow dan Alice Crow menyarankan hubungan kurikulum dan anak sebagai berikut:
1.
Kurikulum hendaknya
disesuaikan dengan dengan perkembangan
anak
2.
Isi kurikulum hendaknya
mencakup ketrampilan, pengetahuan, dan sikap yang dapat digunakan anak dalam
pengalamanya, sekarang dan juga berguna untuk menghadapi kebutuhanya di masa
mendatang.
3.
Anak hendaknya didorong
unuk belajar berkat kegiatanya sendiri dan tidak sekedar penerima pasif apa
yang dilakukan untuk guru.
4.
Sejauh mungkin apa yang
dipelajari anak harus mengikuti minat dan keinginan anak yang sesuai dengan
taraf perkembanganya dan bukan menurut keputusan orang dewasa tentang apakah
seharusnya minat mereka.
C.
Psikologi dan
Kurikulum
Banyak
anak-anak diselidiki, baik secara longitudional, yakni mengikuti
perkembangan anak tertentu selama bertahun-tahun secara kontinu atau secara cross-sectional,
yakni menyelidiki cirri-ciri anak pada usia-usia tertentu yang dilakukan
terhadap ratusan bahkan ribuan anak. Maksudnya ialah untuk memperoleh generalisasi
tentang aspek-aspek perkembangan anak pada saat tertentu.
Para ahli
psikologi pada hakektnya netral tentang pertanyaan apa yang paling berharga
dalam kelakuan manusia. Psikologi tidak menentukan apa yang “baik” atau “buruk”
dalam kelakuan anak. Generalisasi, prinsip-orinsip yang ditemukan oleh
psikologi tdak ada kaitanya dengan ideology politik, social atau ekonomi maupun
dengan aspirasi manusia dan apakah yang dimaksud dengan hidup yang baik. Apa
yang akan diajarkan ditentukan oleh nilai-nilai si pendidik. Tentang bagaimana
cara ayang sebaiknya mencapai tujuan itu sehigga hasil penelitian ahli
psikologi dapat dimanfaatkan(alberty, 1995).
D.
Kebutuhan anak
Selain
perkembangan anak banyak dipertimbangkan kebutuhan siswa sebagai sumber untuk
menentukan apa yang akan diajarkan. Kebutuhan anak dapat ditafsirkan dengan dua
cara.
1)
Kebutuhan psiko-biologis,
yakni yang berkenaan dengan apa yang
timbul dari anak itu sendiri berdasarkan kebutuhan psikologis dan biologis, yan
dinyatakan dalam keinginan, tujuan, harapan, masalah dan minatnya.
2)
Kebutuhan social yang
bertalian dengan tuntutan masyarakat, apa yang dianggapperlu baginya, biasanya
menurut pandangan orang dewasa, agar ia dapat menyesuaikan diri dengan
kehidupan masyarakat.
Kurikulum yang didasarkan atas kebutuhan psiko-biologis
anak cenderung menjadi child-centerd, sedangkan kurikulum yang
didasarkan atas kebutuhan pelajar menurut pertimbangan orang dewasa akan
cenderung menjadi adult-centered atau society-centered.
Dalam kenyataan kedua jenis kurikulum iu tidak perlu saling
bertentangan. Kebutuhan anak, sekalipun yang bersifat psiko-bilogis senantiasa
dipengaruhi oleh lingkungan social masing-masing. Kebutuhan personal senantiasa
bertalian dengan kebutuhan sosialnya. Sebaliknya kebutuhan yang disebut adult-centered
senantiasa harus memperhatikan perkembangan psikologis dan kebutuhan anak
sebagai makhluk yang harus merealisasikan kurikulum pada dirinya, agar
kurikulum bermakna baginya.
Salah satu pembagian kebutuhan manusia yang
terkenal dikemukakan oleh Abraham Maslow yang melihat adanya heirarkhi
dalam kebutuhan itu yakni kebutuhan akan:
a)
Survival (fisiologis)
b)
Security (emosinal)
c)
Love and belonging (sosial)
d)
Self esteem (personal)
e)
Self-actualizaion
(pesonality)
Menurut maslow suatu kebutuhan
hanya dapat dipuaskan bila kebutuhan pada tingkatan yang lebih rendah telah
terpenuhi. Tak akan berhasil memenuhi kebutuhan akan aktualisasi diri (perkembangan
mental spiritual, pengembangan diri, perwujudan potensi seseorang sepenuhnya)
bila misalnya taraf pertama yang paling fundamental, yang fisiologis (makanan,
pakaian, perlindungan, istirahat) belum terpenuhi. Untuk orang yang senantiasa
disksa kelparan tak ada makna estetika, falsafah,etika bahkan harga diri.
Kebudayaan dan kesenian yang
tinggi hanya dapat tumbuh subur dalam masyarakat yang maju dan makmur.
Masyarakat terbelakang mungkin harus lebih mengtamakan kebutuhan pada tingkatan
rendah.
E.
Perkembngan Intelektual
Anak
Salah satu
hasil penelitian yang akhir-khir ini berpengaruh dalam pengembangan kurikulum
ialah perkembangan intelektual anak menurut jean piaget. Ia menemukan
adanya empat tingkat dalam perkembangan intelektual anak yakni tingkat sensori-motoris,
tingkat pra operasional, tingkat operasi konkret, dan tingkat
operasi formal.
Pada taraf
sensori-motoris(bayi sampai 18 bulan) anak mengasimilasi
perangsang-perangsang sensoris dan menyesuaikan dirinya dengan benda-benda
disekitarnya dan dengan demikian mengembangkan suatu system atau struktur
mental untuk memanipulasi benda-benda.
Pada taraf pra-operasional(18
bulan sampai usia7 tahun) anak iu melatih pengamatanya, misalnya ia bertambah
banyak melihat perbedaan tentang besar, bentuk, warna benda-benda, ia dapat
membayangkanya dan menggunakan kata-kata untuk melambangkanya. Namun ia belum
sanggup memanipulasinya secara logis, hanya menurut apa yang masuk akalnya.
Berpkir
logis mulai pada taraf operasi konkrit (usia 7 sampai kira-kira 11
tahun). Ia telah dapat sekaligus melihat beberapa factor dan kemungkinan untuk
mengkombinasikanya dengan berbagi cara untuk mencapai hasil yang sama. Ia dapat
memanipulasi benda-benda namun mengetahui bahwa misalnya panjang, luas, isi,
beratnya sama.
Tingkat operasi formal mencakup kemampuan menggunakan pikiran logis dan menerapkan
aturan-aturan atau prinsip-prinsip dalam stuasi yang lebih abstrak.mulai pada
usia 11 tahun ia sanggup mengajukan
hipotesis mengujinya lalu merumuskan
kesimpulan. Ia dapat memperhatikan sejumlah variable sambil memikirkan kemungkinan-kemungkinan
memecahkan suatu masalah. Ia telah sangup menjawab pertanyaan berupa, Apa yang
akan terjadi bila….?” Strukur logis ini senantiasa dikembangkanya. Keempat
tingkat perkembangan intelektual itu tidak terpisah dengan jelas kan tetapi
saling bercampur dan berkembang secara berangsur-angsur.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ada tiga unsur yang tidak dapat
dipisahkan dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Tiga unsur tersebut yaitu
guru atau pendidik, siswa atau anak didik dan kurikulum.
Anak didik adalah anak yang
karena ketergantungannya menimbulkan tanggungjawab pendidikan pada orang
dewasa, sehingga secara sengaja orang dewasa itu memberikan bantuan ke arah
kedewasaan.
Kurikulum diartikan sebagai
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Adapun hubungan antara kurikulum dengan anak yaitu:
1.
Kurikulum hendaknya
disesuaikan dengan keadaan perkembangan anak.
2.
Isi kurikulum hendaknya
mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dapat digunakan anak dalam
pengalamannya sekarang dan juga berguna untuk menghadapi kebutuhannya masa
mendatang.
3.
Anak hendaknya didorong
untuk belajar berkat kegiatannya sendiri dan tidak sekedar penerima pasif apa
yang dilakukan oleh guru.
4.
Sejauh mungkin apa yang
dipelajari anak harus mengikuti minat dan keinginan anak yang sesuai dengan
taraf perkembangannya dan bukan menurut keputusan orang dewasa tentang apakah
seharusnya minat mereka.
SARAN
Dalam penyusunan dan pengembangan
kurikulum hendaknya perlu memperhatikan aspek anak didik. Perkembangan anak
didik harus diperhatikan. Penyusunan dan pengembangan kurikulum harus
memperhatikan perkembangan, kemampuan dan minat anak didik. Sehingga, dalam
prakteknya kurikulum tersebut dapat mendorong perkembangan anak didik bukan
menekan perkembangannya dengan membebani anak didik.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Rohman, 2009. Memahami
Pendidikan & Ilmu Pendidikan, LaksBang Mediatama: Yogyakarta..
Pusat Kurikulum Badan Penelitian
dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. 2007.
S. Nasution, 1993.Pengembangan
Kurikulum. Bandung: Citra Aditya Bakti
konflik dalam organisasi
Posted in
manajemen konflik
|
|
Catatan si boy
BABI
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam setiap
organisasi, terjadinya konflik merupakan sesuatu hal yang tidak dapat
dihindarkan. Hal ini terjadi karena di satu sisi pihak-pihak yang terlibat
dalam organisasi mempunyai karakter, tujuan, visi, maupun gaya yang
berbeda-beda. Di sisi lain adanya saling ketergantungan antara satu dengan yang
lain yang menjadi karakter setiap organisasi. Tidak semua konflik merugikan
organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat
menguntungkan organisasi sebagai suatu kesatuan. Dalam menata konflik dalam
organisasi diperlukan keterbukaan, kesabaran serta kesadaran semua pihak yang
terlibat maupun yang berkepentingan dengan konflik yang terjadi dalam
organisasi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian manajemen konflik?
2.
Apa ciri dan tingkat
konflik?
3.
Bagaimana pemecahan
konflik?
C.
Tujuan
Mengetahui arti
konflik dalam organisasi, sehingga dapat menjadikan sebuah motivasi dalam
organisasi guna memberikan dampak positif bagi kehidupan sehari-hari.
Diharapkan dengan makalah ini dapat memberikan ilmu baru bagi pembaca sehingga
dapat pengetahuan untuk sehari-hari.
D.
Manfaat
Makalah ini di
harapkan dapat membantu terbentuknya sebuah gambaran tentang konflik dalam
organisasi. Konflik merupakan sebuah tahap dimana tahap tersebut sangat
signifikan terhadap perubahan organisasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian manajemen
Konflik
Istilah
manajemen berasal dari bahasa Italia Maneggiare (Haney dalam Mardianto, 2000)
yang berarti melatih kuda-kuda atau secara harfiah to handle yang berarti
mengendalikan, sedangkan dalam kamus Inggris Indonesia (Echols dan Shadily,
2000) management berarti pengelolaan dan istilah manager berarti tindakan
membimbing atau memimpin. Sehingga manajemem dapat didefinisikan sebagai mengawasi/mengatur
orang bekerja dan memanajemen konfliksi administrasi dengan baik. Menurut kamus
besar bahasa Indonesia (1997) manajemen adalah proses penggunaan sumber daya
secara efektif dan efisien untuk mencapai Spiritual tujuan. Manajemen merupakan
proses penting yang menggerakkan organisasi karena tanpa manajemen yang efektif
tidak akan ada usaha yang berhasil cukup lama.[1]
Konflik
berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik juga dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (individu
atau kelompok) yang memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda. Konflik
biasanya dilatarbelakangi oleh individu maupun kelompok karena ketidak cocokan
atau perbedaan pendapat dalam hal tujuan yang akan dicapai. Konflik atau
perbedan merupakan suatu hal yang sering terjadi didalam suatu organisasi.
Bukan hanya dalam hal berorganisasi tetapi hal ini juga sering terjadi dalam
kehidupan bermasyarakat Dalam proses interaksi antara suatu hal dengan hal
lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian antara individu atau
kelompok pelaksananya. Setiap saat konflik dapat saja muncul, baik antar
individu maupun antar kelompok dalam organisasi.
Ada beberapa pengertian
dan definisi konflik menurut beberapa ahli.
Mullins (1993) mendefiniskan bahwa konflik merupakan kondisi terjadinya
ketidak sesuaian tujuan dan muncul-nya berbagai pertentangan perilaku baik yang
ada dalam individu, kelompok,maupun organisasi.[2]
Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh
persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di
dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada.
Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada
konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau
lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun
terpisahkan oleh perbedaan tujuan.[3]
Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan
menghambat tercapainya tujuan organisasi. Selain itu juga dapat menimbulkan
ketegangan emosi sehingga memengaruhi efesiensi dan produktifitas kerjanya.
Konflik dapat dikelompokan ke dalam dua unsur yaitu:
1.
Konflik antara Individu
dengan Dirinya Sendiri
Konflik antara individu dengan
dirinya sendiri akan muncul ketika individu merasa bahwa dalam dirinya sendiri
mengalami:
a.
Adanya suatu pertentangan
antara perasaan-perasaan senangdan frustasi, gagal dan berhasil, berharap dan
putusa asa. Munculnya perasaan tersebut karena adanya kepentingan atau kekuatan
yang bergerak ke arah tertentu dalam waktu yang bersamaan.
b.
Adanya dua gagasan/lebih
yang berupa pertentangan, gerakan hati(impuls), saling berlawanan dan terjadi
ketegangan emosi, akibatnya muncul perasaan yang tidak menyenangkan (impuls
tertekan), stress dan dapat mempengaruhi prilaku individu secara kognitif(cara
berfikfir, mengingat dan menganalisis atau menyimpulksn menjadi kurang
produktif), afekif (muncul perasaan-perasaan negative seperti
kemarahan/kegusaran(anger), ketakuan/kecemaasan(fright-anxiey),bersalah/malu(guilt-shame)sedih(sadness)cemburu/iri
hati(envy-jealousy), dan menjijikan/muak(disgust), kognatif(karsa, kehendak,
kemauan, keinginan atau motivasinya yang lemah) dan psikomotorik (ketrampilan
motoriknya kurang terkoordinasi dengan baik ataupun ketrampilan manajerialnya
juaga kurang dapat diandalkan untuk menyelesaikan masalah atau mengambil
keputusan secara tepat).
c.
Adanya perjuangan antara
keinginan dan pertentangan yang ada dalam diri individu berupa pertentangan
psikis seperti merasa frustasi, stres, dan berusaha untuk melawanya. Situasi
ini dapat disebabkan oleh adanya pikiran-pikiran, gagasan, tindakan-tindakan,
cita-cita, tujuan yang berlawanan atau peran-peran yang bertentangan sehingga
dapat mempengaruhi prilaku individu.
2.
Konflik Antara
Individu dengan lingkungan Dalam Organisasi
Konflik antara individu dengan
lingkungan dalam organisasi ini muncul ketika individu merasa mengalami:
a)
Prilaku antagonis yang
menyangkut prilaku lahiriah antara individu dengan orang lain yang berupa
tindakan-tindakan seperti merusak dan memperbaiki, antara menekan dan
menetralisasi, acuh tak acuh dan mengacuhkan, menyendiri dan bersosialisasi.
b)
Adanya tarik-menarik antara
kepentingan diri sendiri dengan kepentingan orang lain, seperi memperoleh kesempatan dan menduduki jabatan dan
merugikan orang lain.
c)
Adanya ketidak cocokan
antara kepentingan diri sendiri dengan kepentingan orang/kelompok lain yang
mempunyai tujuan yang sama.[4]
B.
Tingkat Konflik (levels of
conflict)
Dalam setiap
organisasi, tentu tidak akan terlepas oleh adanya konflik karena pada dasarnya
konflik itu muncul melalui tiga tingkatan yaitu:
1)
Konflik dalam diri individu
itu sendiri. Konflik dalam diri seseorang dapat timbul jika terjadi kasus
overload jitu dimana ia dibebani dengan tanggung jawab pekerjaan yang terlalu
banyak, dan dapat pula terjadi ketika dihadapkan kepada suatu titik dimana ia
harus membuat keputusan yang melibatkan pemilihan alternatif yang terbaik.
Perspektif di bawah ini mengidentifikasikan empat episode konflik, dikutip dari
tulisan Thomas v. Banoma dan Gerald Zaltman dalam buku psychology for
management:
1.
Approach-approach conflict,
yaitu situasi dimana seseorang harus memilih salah satu di antara beberapa
alternatif yang sama baiknya.
2.
Avoidance-avoidance
conflict, yaitu keadaan dimana seseorang terpaksa memilih salah satu di antara
beberapa alternatif tujuan yang sama buruknya.
3.
Approach-avoidance conflict, merupakan suatu
situasi dimana seseorang terdorong oleh keinginan yang kuat untuk mencapai satu
tujuan, tetapi di sisi lain secara simultan selalu terhalang dari tujuan
tersebut oleh aspek-aspek tidak menguntungkan yang tidak bisa lepas dari proses
pencapaian tujuan itu sendiri.
4.
Multiple aproach-avoidance
conflict, yaitu suatu situasi dimana seseorang terpaksa dihadapkan pada kasus
kombinasi ganda dari approach-avoidance conflict.
2)
Konflik antar pribadi (Interpersonal
Confict), yang merupakan konflik antara satu individual dengan Individual yang
lain. Konflik interpersonal dapat berbentuk substantive maupun emotional,
bahkan merupakan kasus utama dari konflik yang dihadapi oleh para manajer dalam
hal hubungan interpersonal sebagai bagian dari tugas manajerial itu sendiri.
3)
Konflik organisasi
(Organizational Conflict), Konflik organisasional merupakan hal yang tidak
asing lagi bagi organisasi manapun, dan konflik ini meyebabkan sulitnya
koordinasi dan integrasi dari kegiatan yang berkaitan dengan tugas-tugas dan
pekerjaan. Dalam setiap kasus, hubungan organisasional harus di- manage sebaik
mungkin untuk mempertahankan kolaborasi dan menghindari semua konsekuensi
disfungsional dari setiap konflik yang mungkin timbul.[5]
C.
Sumber – Seumber Penyebab
Terjadinya Konflik
Menurut Robbins
(1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar - belakanginya
(antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber
terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi, struktur,
dan variabel pribadi.
Komunikasi,
komunikasi yang buruk antar individu, dalam arti perbedaan persepsi atau
pandangan terhadap suatu hal, ide, maupun gagasan dalam organisasi, dapat
menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan
semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran
komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi
anteseden untuk terciptanya konflik.
Struktur,
struktur dalam konteks yag akan dibahas adalah mencakup ukuran (kelompok),
derajat spesialisasi yang diberikan oleh organisasi terhadap anggotanya,
kejelasan dalam pembagian tugas seorang individu didalam organisasi, kecocokan
antara tujuan individu dengan tujuan kelompok organisasi, sistem imbalan dan
derajat ketergantungan antar kelompok. Hal-hal diatas dapat menjadi penyebab
timbulnya sebuah konflik, ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan
variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin
terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya
konflik.
Variabel
Pribadi. Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang
meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik
kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan dan berbeda dengan individu yang lain.
Hal-hal diatas berbeda dalam tiap diri individu, sehingga akan cenderung
menyebabkan terjadinya sebuah konflik dalam organisasi.
D.
Ciri – ciri Konflik
Menurut Wijono ( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah :
Setidak-tidaknya ada dua
pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi
yang saling bertentangan.
Paling tidak timbul
pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam
mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau
norma yang saling berlawanan.
Munculnya interaksi yang
seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling
meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan
seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan
fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan
tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis
seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.
Munculnya tindakan yang
saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut.
Munculnya ketidakseimbangan
akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan
kedudukan, status sosial,
pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.[6]
E.
Penanganan Konflik
Untuk menangani konflik dengan
efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang
mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain:
1.
Introspeksi diri
2.
Mengevaluasi pihak-pihak
yang terlibat.
3.
Identifikasi sumber konflik
4.
Mengetahui pilihan
penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Spiegel (1994) menjelaskan ada
lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik :
1)
Berkompetisi
Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan
kepentingan sendiri di atas kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa
sukses dilakukan jika situasi saat itu membutuhkan keputusan yang cepat,
kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya
perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan terjadi
disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang
berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan – bawahan,
dimana atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas
kepentingan bawahan.
2)
Menghindari konflik
Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari
dari situsasi tersebut
secara fisik ataupun psikologis. Sifat
tindakan ini hanyalah menunda konflik
yang terjadi. Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa
dilakukan jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan
konflik untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang
kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak
menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan
tersebut.
3)
Akomodasi
Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa
kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan dari situasi konflik
itu. Disebut juga sebagai self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika
kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap
menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara kepentingan
pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
4)
Kompromi
Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak
merasa bahwa kedua hal tersebut sama –sama penting dan hubungan baik menjadi
yang uatama. Masing-masing pihak akan mengorbankan sebagian kepentingannya
untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-win solution).
5)
Berkolaborasi
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja
sama.
KESIMPULAN
Dalam
organisasi konflik merupakan hal yang lazim ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan konflik antara lain adalah :
1. Faktor manusia
1.
Ditimbulkan oleh atasan,
terutama karena gaya kepemimpinannya.
2.
Personil yang
mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
3.
Timbul karena ciri-ciri
kepribadian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap
fanatik, dan sikap otoriter.
2. Faktor Organisasi
1)
Persaingan dalam
menggunakan sumberdaya.
2)
Perbedaan tujuan antar
unit-unit organisasi.
3)
Interdependensi tugas
4)
Perbedaan nilai dan
persepsi.
5)
Masalah “status”.
6)
Hambatan komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.H.Ahmad Thontowi, manajemen konflik. Didownload di
http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/manajemenkonflik.pdf
Sutarto Wijono, 2010, Psikologi Indusri&Organisasi,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group)
http://ymayowan.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/konflik-dan-stress.pdf
http://skripsipsikologi.blogspot.com
di unduh 13 November 2012
Pupun sofiyati, dkk. Makalah Konflik dan Stres
(malang: Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya, 2011)
[1]
Drs.H.Ahmad Thontowi, manajemen konflik. Didownload di http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/manajemenkonflik.pdf
[2]
Sutarto Wijono,Psikologi Indusri&Organisasi, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010) hlm. 176
[3]
http://ymayowan.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/konflik-dan-stress.pdf
[4]
Ibid hlm. 178-180
[6]
Pupun sofiyati, dkk. Makalah Konflik dan Stres (malang: Program Studi
Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya,
2011)
Popular Posts
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Studi prilaku organisasi adalah telaah tentang pribadi dan dinamika kelompok dan konteks...
-
STIKAP PEKALONGAN JL.SIMPANG TIGA SEDAYU WONOPRINGGO PEKALONGAN SEMINAR NASIONAL "PROSPEK PENGEM...
-
SAINS DAN TEKHNOLOGI PEMBAHASAN A.PENGERTIAN 1.Sains Menurut Medawar (1984) Sains (dari istilah inggris) berasal dari k...
-
BAB I PENDAHULUAN Desain pembelajaran merupakan prinsip-prinsip penerjemahan dari pembelajaran dan instruksi ke dalam rencana-rencana...
-
BAB I PENDAHULUAN Hadits merupakan sumber hukum bagi umat islam setelah Al-Qur’an. Hadits sendiri terbagi menjadi beberapa bagian di...
-
BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam setiap organisasi, terjadinya konflik merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindar...
-
KUTIPAN DAN NOTASI ILMIAH KUTIPAN Kutipan merupakan salah satu hal yang sangat esensi dalam penulisan karya ilmiah. ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum mengkaji lebih jauh tentang kedudukan anak dalam kurikulum, perlu dikemukakan terl...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis di dalam lingkungan sosialnya. Agar dapat berkembang, man...
NavBar1
About
HARAPAN TERINDAH ADALAH KETIKA KITA BERTEMU DENGAN ROSULLULAH SAW.
Total Tayangan Halaman
Diberdayakan oleh Blogger.
NavBar2
Mengenai Saya
Recent Stories
Connect with Facebook
Sponsors
Search
Archives
Blog Archives
Recent Comments